|
Tanpa disadari masyarakat, ternyata penyumbang terbesar lain dari pencemaran Sungai Citarum selain limbah cair pabrik industri, adalah limbah domestik atau limbah rumah tangga berupa deterjen air sabun dan sampah.
“Selama ini kami hanya mengawasi perusahaan
industri. Sebab mereka harus punya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) di
setiap pabriknya. Namun terhadap masyarakat belum bisa dilakukan hal yang sama
mengingat mereka tidak punya kewajiban itu. Tidak ada aturan mengikat kendati
sulit dipungkiri, limbah rumah tangga cukup berdampak buruk bila tetap
dibiarkan di buang sembarangan, apalagi ke Citarum," ujar Kabid Pengawasan
dan Pengendalian Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Karawang Bambang
Triatno.
Menurutnya, untuk membuat IPAL limbah domestik membutuhkan
biaya cukup mahal. Oleh karenanya, tidak dipungkiri Bambang, sebaiknya
pemerintah daerah mampu menyediakan IPAL terpadu. Atau Pemkab Karawang sebelum
mengeluarkan ijin perumahan mewajibkan pengembangnya manyiapkan IPAL sebagai
bagian dari fasos/fasum. Bagaimanapun, Bambang sepakat, saatnya Karawang
memulai melakukan terobosan dengan membuat pilot project penyediaan IPAL
terpadu di pemukiman penduduk.
"Sudah sangat kasat mata sejak lama bahwa kondisi sungai Citarum kita telah berubah wujud menjadi aliran pembuangan limbah. Mulai dari limbah industri sampai limbah domestik. Dan kondisi ini terjadi sejak di hulu sungai. Lebih parah lagi, tatkala airnya meluap di setiap musim penghujan berdampak banjir ke permukiman warga di sekitarnya. Sehingga limbah-limbah berbahaya tersebut berisiko fatal bagi kesehatan manusia," papar Bambang. Berdasarkan hasil penelitian BPLH, ungkap dia lagi, kontribusi sampah domestik tidak bisa dianggap sepele terhadap pencemaran Citarum. Yakni, hingga memberikan sumbangsih sekitar 70 persen. Solusi terbaik dan paling murah, Bambang menyarankan, adalah dengan memberikan kesadaran penuh kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, terutama ke Citarum. Bila perlu, diamini dia, sepanjang bantaran sungai ini dihijaukan oleh tanaman produktif yang bisa menghasilkan secara ekonomi bagi masyarakat itu sendiri. Ia menyebut seperti sayur-sayuran dan kacang-kacangan. Pendapat lain dikemukakan staf Analis Lingkungan BPLH, Desy. Kata dia, dari hasil sementara pengujian di bendungan Walahar telah ditemukan minyak lemak dalam baku mutu air sungai Citarum. Zat tersebut, menurutnya, dihasilkan dari zat yang biasa digunakan perusahaan pabrik industri. Selain itu, baku mutu air di Walahar melebihi baku mutu kelas 4. “Kita tidak bisa menyimpulkan hasil uji laboratorium. Sebab untuk menarik kesimpulan itu harus melakukan pengujian secara komprehensif,” ujarnya. Post Date : 21 Mei 2013 |