|
BOJONEGORO (SINDO) Banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo terus meluas. Saat ini, tercatat 13 kecamatan terendam, dari sebelumnya hanya 11 kecamatan. Dua kecamatan yang baru terendam adalah Baureno dan Kasiman. Pemkab Bojonegoro tetap memberlakukan status Siaga II (mendekati bahaya). Menurut Ketua Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Bojonegoro Pujiono, kiriman air dari kawasan selatan memang terus meluas, namun ketinggiannya tetap stabil. Saat ini, ada 13 kecamatan yang terendam atau sekitar 72 desa, katanya. Dia menjelaskan, 11 kecamatan yang sebelumnya terendam adalah Kec Margomulyo, Ngraho, Padangan, Kalitidu, Malo,Trucuk, Dander, Bojonegoro Kota,Kapas,Balen,dan Kanor. Banjir tersebut mengakibatkan 2.369 hektare padi dan 226 hektare jagung ikut tergenang. Tapi, kita belum mendata jumlah kerugian, tegasnya. Selain itu, lanjut Pujiono, sekitar 6.781 rumah juga tergenang air luapan Sungai Bengawan Solo. Di Kec Kota Bojonegoro saja tercatat ada 18 tempat ibadah,satu balai desa, dan tiga gedung SDN terendam air. Sedangkan di kawasan selatan, seperti di Kec Ngraho dan Margomulyo, warga sementara mengungsi di rumah keluarga. Pujiono menegaskan, Bojonegoro belum masuk Siaga III (bahaya) karena dari alat pemantau ketinggian,air Sungai Bengawan Solo masih menunjukkan 14,99 meter di atas permukaan laut. Padahal, untuk status Siaga III air berada di atas 15,00 meter sehingga kurang satu cm. Ketua RT 1/1 Desa Ledok Kulon, Kec Kota Bojonegoro Kusyadi, mengatakan, di wilayahnya terdapat sekitar 17 rumah yang sudah mulai terendam air. Namun,rata-rata ketinggian hanya se-mata kaki orang dewasa. Tapi, sejak pagi (kemarin) tadi terus meninggi, dan air bertambah sekitar 15 cm, terangnya saat ditemui di lokasi banjir. Dia menjelaskan, banjir di sepanjang Sungai Bengawan Solo memang sudah biasa dirasakan warga sejak dulu. Namun, banjir kali ini dirasa lebih tinggi dibandingkan banjirbanjir sebelumnya, di antaranya yang terjadi Februari 2007 lalu. Banjir ini paling besar dalam lima tahun terakhir.Tahun lalu tidak sampai masuk rumah, tegas Kusyadi. Banyaknya kecamatan yang terendam banjir membuat Pemkab kewalahan mendistribusikan bantuan. Dari 13 kecamatan yang terendam, baru enam kecamatan yang diberi bantuan. Waktu untuk mendistribusikan bantuan kepada warga tidak mencukupi sehingga akan diteruskan Senin (23/4) besok,kata Kasi Sosial,Bagian Kesejahteraan Sosial (Kesos) Pemkab Ahmad Tri Dahono. Sementara itu, Bencana tanah longsor besar kembali mengancam Kab Trenggalek. Setelah banjir dan tanah longsor melumpuhkan wilayah ini April 2006 lalu, kali ini bencana serupa menerjang Dusun Banaran, Desa Depok, Kec Bendungan, Trenggalek. Sebanyak 57 rumah dihuni 210 jiwa terancam longsor susulan. Tanah liat yang meluncur dari bukit akibat hujan deras, Kamis (19/4) sore, sudah menelan 11 rumah. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, kerugian diperkirakan mencapai Rp100 juta. Akibat lainnya, sebanyak 210 jiwa yang bermukim di kaki bukit Tumpak Dulu berada dalam kondisi ketakutan. Untuk menghindari longsor yang terjadi sewaktu-waktu, warga memilih mengungsi ke atas bukit. Longsor yang mengakibatkan 11 rumah tertimbun terjadi sekitar pukul 16.30 WIB.Warga kemudian melaporkan kejadian itu ke kantor desa,ungkap Kepala Desa Depok Sugeng Asmara ditemui di lokasi kejadian,kemarin. Pantauan di lapangan, kondisi geografis Dusun Banaran sangat memungkinkan terjadi tanah longsor.Dusun yang terbagi dalam dua RT tersebut, berada pada lembah yang terletak di pertemuan dua bukit. (nanang fahrudin/edi purwanto) Post Date : 23 April 2007 |