|
BANDUNG, KOMPAS — Selama bertahun-tahun, Sungai Citarum di Jawa Barat telah salah urus. Tidak adanya koordinasi antarlembaga membuat berbagai program penanganan Citarum, baik bidang infrastruktur maupun pemberdayaan masyarakat, belum membawa perubahan signifikan. Bahkan, pencemarannya termasuk 10 terburuk di dunia. Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdhan, Senin (25/11), di Bandung, mengatakan, kondisi itu bisa dilihat antara lain dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester kedua tahun 2012. BPK menyebutkan kelemahan pengelolaan Citarum ialah adanya dualisme pengurusan dan perencanaan terhadap Citarum. Pihak pertama ialah Bappenas dan pihak kedua Kementerian PU. Sejak 2008, Bappenas menyusun peta Citarum yang diterjemahkan dalam proyek Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (Program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Citarum Terpadu/ICWRMIP) dengan dana utang dari Bank Pembangunan Asia (ADB) senilai Rp 16 triliun. Program ini berlangsung 30 tahun dan dibagi dalam dua tahap, masing-masing tahap 15 tahun. Di pihak lain, Kementerian PU juga menyusun pola rencana pengelolaan Citarum. ”Konsep satu sungai, satu pengelolaan (one river, one management) tidak dilakukan di Citarum. Ada dua pihak yang masing-masing berjalan sendiri. Ini membuat Citarum salah urus karena tidak ada kepaduan tujuan,” ujar Dadan. Walhi Jabar juga menilai dalam lima tahun pertama proyek ICWRMIP, tidak banyak perubahan. Dana pinjaman dari ADB Rp 9,1 triliun tahap pertama (15 tahun) juga terancam sia-sia jika tidak ada kepaduan program. ”Proyek itu belum menunjukkan manfaatnya bagi Citarum dan masyarakat di sekitarnya. Ada ratusan jiwa yang relokasinya belum jelas dalam proyek Kanal Tarum Barat (Bekasi). Kucuran uang di satu sisi membuat lebih banyak warga bergantung pada bantuan. Banyak komunitas yang dulu independen dan punya inisiatif kini pecah lantaran ada kecemburuan dalam pembagian dana,” kata Dadan. Kepala Bidang Tata Kelola Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan, pihaknya telah membuat dokumen Citarum Bestari (Bersih dan Lestari) yang berisi identifikasi masalah di Daerah Aliran Sungai Citarum pada 0-20 kilometer (km) dari kawasan hulu. Dokumen itu mencatat pencemaran apa saja yang menimpa Citarum sejak dari 0 km sampai 20 km dari hulu, yakni di Gunung Wayang, Kecamatan Kertasari, hingga ke Kecamatan Majalaya di Kabupaten Bandung. Sementara itu, perwakilan warga melaporkan, pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, masih membuang limbah berbahaya pada malam hari untuk mengelabui pengawasan. ”Sejak ada kesepakatan antara Pemkab Bandung dan pengusaha lima hari lalu, intensitas pembuangan limbah berkurang, tetapi masih terus terjadi. Jika sebelumnya dilakukan seharian penuh, sekarang hanya malam hari,” kata Ketua Komunitas Elemen Lingkungan Majalaya Deni Riswandani. Ketua Paguyuban Tekstil Majalaya (PTM) David Leonardi mengatakan, 30 pengusaha sudah berkomitmen memperbaiki kinerja IPAL. Namun, dia tidak bisa menjamin karena sekitar 120 pengusaha pabrik tekstil lain bukan anggota PTM. Ia tidak mengetahui apakah mereka sudah melakukan pengolahan limbah. Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Arief Yuwono mengatakan sedang disiapkan peraturan presiden tentang Citarum. Itu sebagai upaya pengendalian beban pencemaran sepanjang aliran sungai. (REK/CHE/ITA) Post Date : 26 November 2013 |