|
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elemen warga DKI Jakarta yang menggugat hak warga atas air mendesak agar pengambilalihan pengelolaan air dari operator PT Palyja dilakukan tanpa biaya. Hal ini perlu dilakukan sebab perjanjian kerja sama pemerintah dengan swasta bertentangan dengan hukum yang mengakibatkan terlanggarnya hak warga atas air. ”Kami yakin pengadilan akan memutuskan perjanjian kerja sama pemerintah dengan swasta bertentangan dengan hukum. Dengan legitimasi pengadilan tersebut, Pemprov DKI nanti dapat membebaskan diri dari perjanjian kerja sama dan kembali menguasai pengelolaan air minum Jakarta,” kata Alghiffari Aqsa selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber daya Hukum Masyarakat LBH Jakarta, Senin (10/3). LBH dan sejumlah elemen masyarakat lain mengajukan gugatan warga negara (citizen law suit) sejak 22 November 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu ditujukan kepada Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Pemprov DKI Jakarta, PAM Jaya sebagai tergugat, serta PT Palyja dan Aetra sebagai turut yang tergugat. ”Gugatan kami justru membantu Pemprov DKI dan masyarakat DKI agar dapat memenuhi hak warga atas air,” ungkap Reza, Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air yang juga salah satu elemen penggugat. Direktur Utama PD Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) Sriwidiyanto Kaderi memaklumi sikap elemen warga itu. Kaderi menjamin pelayanan air bersih ke depan, terlebih setelah dikelola PAM Jaya ataupun BUMD seperti Jakpro, akan semakin pro rakyat. ”Sudah ada perhitungan hingga berapa harga air yang pantas dan tidak membebani rakyat kecil. Seperti patokan Rp 1.050 untuk pemakaian 10 meter kubik pertama,” kata Kaderi. Menanggapi desakan penggugat, peneliti Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, berpendapat hal itu mustahil dilakukan. Sebab, tidak ada skenario pengambilalihan tanpa mengeluarkan biaya. Jika mengacu pada perjanjian kerja sama, operator bisa membawa persoalan ini ke arbitrase internasional. ”DKI akan kalah di pengadilan itu. Tetapi, dialog ini sangat menguntungkan sebab biaya yang harus dikeluarkan DKI jauh lebih ringan,” katanya. Riyadi (39), warga RW 011 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara, berharap Pemprov DKI segera mengambil alih pengelolaan air bersih dari swasta. Dia menilai tidak banyak peningkatan kualitas layanan selama pengelolaan air bersih ditangani operator swasta. Selain jangkauan layanan terbatas, pasokan air bersih juga tidak stabil. (A03/NEL/NDY) Post Date : 11 Maret 2014 |