Masyarakat Desa Sianipar Sihailhail, Kecamatan
Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) mengalami krisis air minum. Pasalnya,
sumber mataair di desa itu yang selama ini dipergunakan menjadi kebutuhan hidup
sehari-hari mengalami kekeringan. Akibatnya, warga di daerah itu kewalahan
mencari air untuk memenuhi kebutuhan di rumah tangganya.
Robin Simanjuntak, warga desa tersebut mengatakan,
kebutuhan air minum di desa itu selama ini didatangkan dari Gambang yang
letaknya di pegunungan dan dialirkan melalui pipa sepanjang 1 kilometer (km).
Namun saat ini sedang mengalami kekeringan sehingga masyarakat sulit untuk
mendapatkan air untuk kebutuhan warga.
Padahal, mataair Gambang berusia ratusan tahun dan belum pernah mengalami
kekeringan. "Sudah satu minggu masyarakat di desa ini mengalami kekeringan
air minum, sehingga seluruh warga di sini terpaksa ke sungai di desa Aekbolon
yang berjarak 1,5 kilometer, hanya untuk mendapatkan air cuci pakaian
warga," ujar Robin, Senin (13/8).
Komandan Siahaan, (78), salahsatu tetua masyarakat desa Sianipar Sihailhail,
membenarkan apa yang dikeluhkan Robin Simanjuntak. "Padahal, biar
bagaimana pun panjangnya musim kemarau, mataair Gambang tidak pernah kering.
Makanya dulu di waktu penjajahan mataair tersebut dipergunakan penjajah sebagai
sumber air minum,” kenang Komandan Siahaan.
Kata dia, mataair Gambang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga,
melainkan juga mampu untuk mengairi persawahan warga.
Sekretaris Desa Sianipar Sihailhail, Tobar Siahaan, yang ditemui terpisah,
mengakui keluhan warga yang mengalami kekurangan air, terutama setelah mataair
Gambang tak lagi mengalir. Dari sejak awal, Tobar Siahaan mengungkapkan warga
desa berharap PDAM kabupaten mau melakukan pemipaan air dari desa terdekat,
yakni Desa Aekbolon.
"Penduduk desa kami jumlahnya 150 jiwa, tapi untuk mendapatkan air pipa PDAM
yang disambungkan dari Desa Aekbolon pun tak bisa. Padahal jarak desa Aekbolon
ke desa hanya 30 meter," ujarnya. Namun ia menyadari pemipaan air oleh
PDAM kemungkinan tak bisa diwujudkan karena letak Desa Sianipar Sihailhail
lebih tinggi dari desa Aekbolon.
"Tetapi karena ketinggian desa kami kemungkinan membuat PDAM tak bisa
melakukan pemipaan. Tekanan air tak memungkinkan ke desa kami, akhirnya PDAM
tidak masuk ke desa ini,” keluh Tobar Siahaan. Tapi pihak desa, kata Tobar,
menyiapkan solusi sementara yakni pihaknya akan meminta kepada PDAM agar dapat
diberikan keringanan dengan membuka keran air umum di lokasi
Terbuang Percuma
Tapi situasi kekurangan air di Desa Sianipar Sihailhail bisa dibilang
berbanding terbalik dengan apa yang dialami masyarakat yang tinggal di kawasan
Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Sibolga-Padangsidimpuan, persisnya di
Kilometer (KM) 6, Lingkungan I Tanoponggol, Kelurahan Sibuluan Nalambok,
Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Warga setempat mengeluh karena sudah lebih sebulan jalanan beraspal di kawasan
itu terendam air. Begitu juga dengan halaman rumah mereka yang jadi becek
lantaran air terus mengalir tiada henti. Hal itu terjadi karena pipa air
yang diduga milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi cabang Tapteng
yang tertimbun di bawah badan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum)
Sibolga-Padangsidimpuan itu bocor.
Tapi seorang pegawai PDAM Tirtanadi cabang Tapteng bermarga Siregar saat
dikonfirmasi justru membantah dengan mengatakan pipa air yang bocor itu bukan
pipa distribusi air milik PDAM Tirtanadi. Dia justru menyebut nama PDAM Mual
Nauli Tapteng.
Tapi, tudingan Siregar dibantah Direktur PDAM Mual Nauli, Puspa Aladin Sibuea.
Saat dikonfirmasi terpisah, Sibuea menduga pipa bocor itu milik Tempat Pendaratan
Ikan (TPI) yang ada di Pondokbatu, Kecamatan Sarudik.
Warga Bingung
Saling lempar badan antara dua PDAM di Tapteng itu membuat warga setempat
bingung dan hanya bisa menebak-nebak. Seorang ibu pemilik rumah yang tidak
ingin namanya disebutkan, saat ditanya MedanBisnis siapa pemilik dan penglola
pipa bocor tersebut, tak bisa memberi jawaban yang pasti. “Kami menduga,
kemungkinan besar, pipa air yang bocor itu milik salah satu PDAM yang ada di
Tapteng,” kata ibu itu.
JB Damanik, warga lainnya, selain mengeluh, juga berharap ada pihak pemilik dan
pengelola pipa air yang bocor itu, mengaku dan memerbaiki jaringan pipa airnya,
sehingga tidak mengganggu orang lain.
Petugas Satker PPK 12 Sibolga CS pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional
(BBPJN) Sumut, Maraden Sihombing, juga tak tahu pipa itu milik siapa. Sama
seperti warga, ia berharap ada perusahaan yang mau mengaku pipa bocor itu milik
siapa, lalu memerbaikinya.
Sebab, jika tidak, jalan beraspal yang tergenang air akan mengalami kerusakan.
“Kami sangat menyesalkan pemilik pipa yang telah mengabaikan atau tidak
melakukan perbaikan atas kebocoran pipa air itu. Sementara kita terus berupaya
melakukan perbaikan jalan,” katanya.
Ia mengalkulasi, kebocoran pipa itu membuat jalan nasional di Kabupaten Tapteng
mencapai 2.000 titik. “Saya akan melaporkan hal ini kepada atasan saya,
kemudian pada tahun anggaran mendatang, kami akan melakukan pendataan di
seluruh titik pipa air yang bocor itu,” kata Maraden Sihombing.
Post Date : 15 Agustus 2013
|