1001 Perkara Tinja

Sumber:Majalah Gatra - 24 Juni 2009
Kategori:Sanitasi

Siapa yang mau bicara serius tentang tinja? Jangankan bicara, mendengar saja sudah emoh. Namun, tak pelak lagi, untuk limbah yang satu ini, mau tak mau harus ada yang mengurusi. Jika tidak, bisa fatal akibatnya. Berikut sejumlah masalah menyangkut limbah dan tinja yang umumnya terjadi di perkotaan yang padat. Semuanya dapat diatasi dengan kepedulian bersama.

Septic tank bocor.

Sekitar 70% air tanah di perkotaan tercemar berat bakteri tinja. Padahal, air tanah digunakan untuk kebutuhan harian.

Selokan tersumbat.

Seharusnya selokan untuk mengalirkan air saja. Tapi, di perkotaan padat, selokan juga menjadi tempat saluran limbah kakus, air bekas, dan sampah. Bayangkan saja jika selokan tersumbat, ''hadiah'' apa yang menanti?

MCK tidak berfungsi.

Banyak fasilitas mandi-cuci-kakus yang rusak, usang, dan tak ada air. Ada juga MCK yang tidak pernah digunakan sejak diresmikan, karena salah konstruksi atau warga belum sadar sanitasi.

MCK di sungai tercemar.

Akibat akses MCK dan air bersih terbatas, masih banyak warga kota yang memanfaatkan sungai. Padahal, sungai-sungai di kota umumnya tercemar berat.

Jamban asal-asalan.

Sebanyak 35% jamban di perkotaan tidak menyediakan air bersih, tanpa atap, dan tidak tersambung ke septic tank. Jamban ''helikopter'' seperti ini masih banyak terlihat di pinggiran sungai kota-kota besar.

Limbah industri di kawasan permukiman.

Masih banyak industri besar/kecil atau rumah tangga membuang limbah ke sungai tanpa diolah lebih dulu. Akibatnya, sungai makin tercemar.

BAB sembarangan.

Lebih dari 12% warga kota di Indonesia sama sekali tidak memiliki akses ke sarana jamban. Artinya, belasan juta warga kota masih buang air besar (BAB) langsung di kebun, selokan, atau sungai.

Truk tinja "BAB" sembarangan.

Setelah menyedot tinja di perumahan penduduk, masih banyak truk tinja kedapatan membuang limbahnya langsung ke sungai.

Sumber: Waspola 2006, diolah



Post Date : 24 Juni 2009