10 Tahun, 49 Sumber Air Mati

Sumber:Indo Pos - 24 April 2006
Kategori:Air Minum
LUMAJANG - Peningkatan luas lahan kritis di Kabupaten Lumajang membawa dampak kerusakan lingkungan yang cukup serius. Jika sebelumnya Kabupaten Lumajang dikenal sebagai daerah dengan jumlah sumber air yang cukup banyak, kini banyak yang telah mati. Setidaknya, dalam 10 tahun terakhir ada 49 sumber air yang mati. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pembalakan liar hutan-hutan di Lumajang.

"Selain itu, peningkatan lahan kritis membuat banyak mata air yang mati atau debit airnya mengecil," kata Bupati Achmad Fauzi. Sepuluh tahun lalu, jumlah mata air di Kabupaten Lumajang mencapai 480 buah.

Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah mata air dengan debit air besar tinggal 281 buah, mata air dengan debit air mengecil 150 buah dan mata air mati mencapai 49 buah. "Tentu ini sangat ironis ketika Lumajang dikenal sebagai daerah dengan lingkungan yang bagus," ujarnya.

Sebab itu, sejak 2003 lalu, dengan bantuan pemerintah pusat, pihaknya menggelar gerakan nasional rehabilitasi hutan (GNRHL). Namun, karena kemampuan yang terbatas, dalam setahun pihaknya maksimal hanya bisa melakukan rehabilitasi hutan dan lahan antara 1.500 - 2.000 hektare. "Padahal itu telah melibatkan partisipasi masyarakat," imbuhnya.

Data Dinas Kehutanan (Dishut) Lumajang menunjukkan, luas hutan di areal Perhutani mencapai 35 ribu hektare, hutan di areal Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mencapai 23 ribu hektare dan lluas hutan rakyat mencapai 41 ribu hektare. Namun per Desember 2005, luas lahan kritis mencapai 49.213 hektare. Sedangkan kerusakan dalam areal hutan mencapai 19,19 persen.

Namun, Fauzi mengungkapkan, dana bantuan GNRHL yang diberikan pemerintah pusat sering kali datang terlambat. Hal ini menyebabkan kegiatan GNRHL di Kabupaten Lumajang berjalan kurang optimal. Sehingga, untuk memulihkan kondisi sekarang membutuhkan waktu antara 10 - 15 tahun.

Anggota Komisi IV (Bidang Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan) DPR I Made Oerip Pasti mengakui, koordinasi yang dilakukan BP DAS dengan para kepala dinas kehutanan di berbagai daerah kurang baik. "Dana bantuan turun, namun musim sudah berubah. Ini menyebabkan masalah yang cukup serius," katanya. (har)

Post Date : 24 April 2006