10 Subsistem Drainase Ditangani Tim Khusus

Sumber:Suara Merdeka - 23 Februari 2006
Kategori:Drainase
SEMARANG - Wali Kota Sukawi Sutarip menginstruksikan pembentukan tim khusus untuk menangani banjir di Kota Semarang. Tim yang digagas Wali Kota itu terdiri atas akademisi, jajaran Pemkot, Pemprov Jateng, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan tokoh masyarakat. Masing-masing tim akan menginventarisasi masalah yang ada di setiap subsistem drainase serta mengajukan alternatif solusi. Dengan demikian sepuluh subsistem drainase di Kota Semarang akan ditangani secara khusus dan terintegrasi.

''Masyarakat dilibatkan karena mereka punya ilmu titen. Warga tahu sejarah aliran drainase yang melintas di wilayah tempat tinggal mereka,'' kata Sukawi, dalam rapat bersama Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K), Rabu (22/2).

Sukawi mengakui, banjir yang melanda Kota Semarang diakibatkan oleh ketidakmampuan sepuluh subsistem itu menampung debit air. Kesepuluh subsistem tersebut adalah Tanah Mas, Bandarharjo Barat, Bandarharjo Timur, Banger Utara, Kali Asin, Kota Lama, Banger Selatan, Bulu, Tugu Muda, dan Simpanglima. Pihaknya menekankan, tim khusus kelak diharapkan menghasilkan cikal bakal rencana induk atau masterplan drainase Kota Semarang.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang juga diminta segera melakukan normalisasi Kali Tenggang. Sungai di kawasan Kaligawe itu kerap meluap sehingga mengakibatkan banjir.

''Secara lisan Gubernur sudah memberi sinyal bantuan. Pemerintah Kota juga sudah menganggarkan Rp 7,4 miliar untuk pelebaran sungai tersebut,'' tuturnya.

Ahli hidrologi Undip Dr Ir Suripin menjelaskan, sedikitnya ada enam sungai besar di Kota Semarang yang rawan banjir. Keenam sungai itu adalah Banjirkanal Barat, Banjirkanal Timur, Babon, Bringin, Tenggang serta Plumbon. Di Kota Semarang, papar dia, mengalir sekitar 23 sungai dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas lebih kurang 500 km2.

Sekitar 75% dari total DAS tersebut ada di Semarang. Sisanya, di luar kota tersebut (hulu sungai).

''Banjir terjadi karena debit air sungai meningkat sementara kapasitas sungai mengecil. Pemkot sebaiknya tidak hanya berkonsetrasi untuk meningkatkan kapasitas sungai, tetapi juga mengendalikan debit,'' usulnya.

Ketua DP2K Prof Ir Eko Budihardjo MSc mengemukakan, saat ini Kerapatan Dasar Bangunan (KDB) di kawasan kota atas seperti Candi sudah lebih dari 60%. Padahal, untuk kawasan atas, KDB ideal hanya 40%. Itu berarti, dari total luas lahan sekitar 60% dibiarkan menjadi ruang terbuka hijau. Sisanya, sekitar 40% saja yang digunakan untuk bangunan.

Dataran Rendah

Terpisah Direktur Sungai, Danau, dan Waduk Ditjen SDA Departemen Pekerjaan Umum Ir Widagdo DiplHE mengungkapkan, di wilayah Kota Semarang yang merupakan dataran rendah sangat memungkinkan terjadinya permasalahan genangan.

''Permasalahan yang dihadapi sebagian wilayah pantai Semarang adalah persoalan land subsidence antara 2-25 cm/tahun. Hal ini mengakibatkan pengaruh pasang laut terhadap kawasan pantai menjadi semakin kuat. Proses pemutusan air secara alami dengan cara gravitasi menjadi lebih sulit,'' ungkapnya dalam ''Diskusi Nasional Penanganan Banjir dan Kemacetan di Kawasan Kaligawe'' di Gedung Rektorat Unissula Jl Kaligawe, Rabu (22/2).

Guna mengatasi permasalahan rob di Kota Semarang, dia menyarankan, agar ada upaya pencarian penyebabnya. Sebab genangan bisa diakibatkan oleh konsolidasi alami, pengambilan air bawah tanah, reklamasi pantai, atau pembangunan yang tidak terkendali.

Kawasan Kaligawe yang sering kebanjiran, menurut dia, disebabkan oleh sistem drainase yang tak memadai, topografi yang rendah serta pengaruh aliran Kali Tenggang dan saluran Gebangsari.

''Sebenarnya penanganan Kali Tenggang dan Bringin telah menjadi kewenangan Pemkot. Sebab, selama ini ada pembagian kewenangan wilayah sungai antara pemerintah pusat, provinsi, dan Pemkot. Akan kami telisik lebih lanjut, apakah persoalan di kedua sungai itu berpengaruh pada konsep pengendalian banjir yang saat ini ditangani pemerintah pusat. Kalau memang berpengaruh, tentu kami tidak tinggal diam,'' ujar dia.

Pembicara lain, Imam Wahyudi, melihat debit air yang mengalir ke kali Tenggang sudah tidak dapat ditampung berdasarkan dimensi penampangnya. Di bagian hilir atau sebelah utara Jl Kaligawe kondisinya makin menyempit dan di sekitar sungai tumbuh permukiman. (H5,H7-44v)

Post Date : 23 Februari 2006