|
SOREANG--Dampak musin kemarau mulai dirasakan masyarakat di Kabupaten Bandung. Sedikitnya, 10 desa di Kecamatan Pameungpeuk mengalami kesulitan air bersih. Hal ini diperparah dengan tercemarnya air Sungai Cisangkuy oleh limbah pabrik. Tapi, persoalan ini tidak pernah mendapat perhatian serius dari Pemkab setempat. Ke-10 desa yang mengalami kesulitan air bersih itu adalah Langensari, Andir, Sukasari, Mekarsari, Cipeundeuy, Pameutingan, Rancabanyar, Rancaengang, Sindangkerta, dan Bojongpelir. ''Hampir setiap hari, kami harus selalu antre di pompa air yang ada di pinggir Sungai Cisangkuy,''kata Ade (40 tahun), warga Kampung Bojongpeuteuy, Desa Langensari, Kecamatan Pameungpeuk, Senin (14/8). Dari hasil pantauan di lapangan, warga terpaksa antre di beberapa pompa yang dibeli dari dana swadaya. Pompa-pompa ini dipasang di beberapa titik di dekat Sungai Cisangkuy. Meskipun airnya terlihat bersih, warga di 10 desa ini tidak bisa menggunakannya untuk keperluan memasak. ''Air di pompa itu mengeluarkan bau. Jadi, kami tidak pernah menggunakannya untuk minum. Air itu hanya untuk keperluan mandi dan mencuci saja,''cetus Ade. Sampai saat ini, kata Ade, Pemkab Bandung tidak pernah memberikan bantuan air bersih ataupun pembangunan MCK umum. Untuk menutupi biaya operasional penggunaan pompa air ini, Ade menjelaskan, warga diminta mengisi kotak sumbangan. Setiap harinya, kata dia, bisa terkumpul dana sebesar Rp 3.000-Rp 5.000. Bupati Bandung, Obar Sobarna, mengaku belum mengetahui adanya 10 desa yang kekurangan air bersih. Saat ditanyakan mengenai keluhan warga bahwa Pemkab Bandung tidak pernah memberikan bantuan, Obar bersikap ketus. Menurut Obar, pemkab tidak pernah menerima laporan dari warga mengenai persoalan air bersih itu. ''Kalau begitu, sama wartawan saja diminta laporannya lalu serahkan ke saya,''ujarnya dengan nada ketus dan tidak sopan. Masih berkaitan dengan musim kemarau, saat ini angka penderita diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di musim kemarau meningkat drastis.''Kalau dibandingkan dengan jumlah penderita diare pada musim hujan, jumlahnya pada musim kemarau ini memang meningkat,''kata Suhara, petugas survailance Puskesmas Baleendah. Dari data di Puskesmas Baleendah, angka penderita diare pada Juni hanya 124 kasus, Februari 129 kasus, Maret 131 kasus, April 122 kasus, Mei 117 kasus, dan Juni hanya 81 kasus. Tapi, pada Juli, jumlah penderita diare meningkat hingga 144 kasus. Peningkatan serupa juga terjadi pada penderita ISPA. Angka tertinggi penderita ISPA selama musim hujan hanya terjadi pada Maret, yaitu 238 kasus. Tapi, memasuki musim kemarau, angka ISPA tertinggi mencapai 253 kasus. (rfa/mus ) Post Date : 15 Agustus 2006 |