|
Sebanyak 170 desa yang tersebar di 17
kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) kini menderita krisis air bersih.
Debit sumber-sumber terus menyusut akibat kemarau sehingga warga harus
berjalan kaki untuk mengambil air di desa lain atau membeli air tangki dengan
harga yang sangat mahal.
Keluarga yang menderita krisis air tersebut sesuai laporan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT mencapai 39.879 orang atau 4.325
keluarga. Krisis air bersih tersebut hanya bisa diatasi dengan memasok air dari
daerah lain menggunakan mobil tangki.
"Untuk pengadaan air dari daerah lain ke desa-desa yang dilanda
krisis air, butuh sedikitnya Rp15 miliar. Dana sebesar itu sudah disampaikan ke
pemerintah pusat," kata kepala BPBD NTT Tini Thadeus kepada Media Indonesia, Kamis (18/9/2014).
Menurut Tini, pemerintah NTT telah mengirim proposal pengadaan air bersih
bagi warga ke pemerintah disertai kebutuhan dana sejak awal bulan ini, tetapi
belum ada kabar apakah permintaan dana sebesar itu disetujui.
"Kita menunggu saja, jika proposal tidak disetujui, ya terpaksa
pemerintah kabupaten yang harus mengatasi sendiri krisis air di
daerahnya," kata Tini.
Dana Rp15 miliar akan dimanfaatkan untuk membangun 10 sumur bor di
desa-desa yang menderita krisis air, dan mendanai pasokan air dari sumber air
terdekat untuk dibagikan kepada warga.
Ia mengatakan krisis air berpeluang meluas karena NTT baru memasuki puncak
kemarau pada Oktober. Saat ini, warga di sejumlah desa yang krisis air membeli
air bersih dengan harga antara Rp200 ribu sampai Rp300 ribu per 5.000 liter
atau naik dari kondisi normal antara Rp50 ribu-Rp70 ribu per 5.000 liter.
Bisnis air di kalangan masyarakat pun mulai menjamur. Warga mulai menjual
air menggunakan jeriken dengan harga Rp5.000 per lima liter. Mereka membawa
puluhan jeriken ukuran lima liter yang diangkut menggunakan gerobak ke rumah
penduduk.
Post Date : 19 September 2014 |