1,7 Juta Warga Belum Miliki Jamban

Sumber:Koran Jakarta - 14 Agustus 2008
Kategori:Sanitasi

Communication Officer ISSDP (Indonesia Sanitation Sector Development Program) Lisa Imrani menyatakan masalah sanitasi harus dipandang lebih serius karena dampaknya menyangkut banyak aspek.

“Bila anak terkena diare akibat sanitasi yang buruk, ia tidak bisa sekolah, akhirnya pendidikannya terhambat. Apabila terjadi pada orang dewasa, ia tidak bisa bekerja, maka penghasilannya hari itu berkurang. Kemudian bila terjadi pada ibu hingga ia tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumahnya, keluarganya akan telantar,” jelas Lisa Imrani.

Menurut Program Manajer Limbah Domestik LSM Merci Coorps, Hasnul Maad, banyaknya kasus BAB terbuka terjadi bukan hanya karena kebiasaan, tetapi lebih disebabkan minimnya akses ke jamban.

“Kalau kita mengimbau masyarakat untuk BAB di MCK atau jamban tetapi MCK-nya memang tidak ada, ya akhirnya masyarakat kembali BAB secara terbuka,” ujar Husnul Maad yang saat ini sedang melakukan program perbaikan sanitasi di kawasan Penjaringan.

Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta Tini Suryanti menyatakan banyak kasus diare yang terjadi di kawasan padat penduduk akibat buruknya sanitasi. Fasilitas MCK di kawasan padat penduduk biasanya sangat minim. “Saya pernah melakukan penyuluhan di daerah Jakarta Utara. Di sana saya menemukan ada sebuah rumah kontrakan yang memiliki 20 kamar kontrakan tetapi hanya memiliki satu WC,” katanya.

Masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap jamban ini akhirnya membuang air besar di sungai-sungai atau saluran air. Tini juga menyebutkan Jakarta Utara sebagai daerah yang paling sering terjangkit diare di DKI Jakarta. “Kasus KLB diare itu paling banyak terdapat di Jakarta Utara,” katanya.

Minimnya sanitasi tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat secara langsung. Tidak memadainya kualiatas dan kuantitas jamban di DKI Jakarta juga telah mencemari sungai-sungai di Jakarta.

Data BPLHD DKI Jakarta menunjukkan pencemaran terhadap sungai di DKI Jakarta 70 persennya berasal dari limbah domestik. Sementara itu, 76,2 persen sungai-sungai di Pulau Jawa, Sumatra, Bali, dan Sulawesi terpolusi berat oleh cemaran organik.

Hal itu dibenarkan oleh Staf Pokja AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) Dyota Condrorini. “Meski masih banyak industri yang nakal, setidaknya sebuah perusahaan memiliki pedoman pembuangan limbah. Sementara pembuangan limbah organik sulit dikendalikan.” (git/M-1)



Post Date : 14 Agustus 2008