Pulau Ende di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, kini memiliki julukan baru, yakni pulau 1.000 penampung air hujan. Setidaknya sejak tiga tahun lalu, masyarakat tidak terlalu nelangsa soal air bersih karena cukup terpenuhi dari teknologi penampung air hujan. Bagi mereka, air tampungan senikmat air alami pegunungan yang jernih.
Bertahun-tahun, masyarakat dalam kegetiran, terutama sulit mendapatkan air bersih untuk minum dan memasak. Mereka amat merindukan mereguk air tawar yang bersih dan sehat.
Untuk memperoleh air minum yang sehat, mereka harus mencarinya hingga Numba atau Kota Ende di daratan Flores. Itu berarti harus menyeberang laut dengan perahu motor sekitar tiga jam perjalanan pergi-pulang.
Namun, dengan adanya penampung air hujan, warga Pulau Ende kini tak lagi bersusah payah mencari air ke Numba atau Kota Ende dengan biaya besar. Sedikitnya 8.700 jiwa warga Pulau Ende saat ini sudah lepas dari kesulitan air bersih yang diderita turun-temurun.
Ny Sumiati, warga Rorurangga yang lain, mengungkapkan, dengan mengonsumsi air dari penampung air hujan, keluarganya tak lagi sering mencret. ”Waktu dulu kami mengonsumsi air sumur di sini sering sakit perut dan mencret karena mungkin memasak air tidak terlalu matang. Air dari sumur kalau makin lama dimasak rasanya malah makin asin,” ujarnya.
Pulau Ende secara topografi merupakan daerah kepulauan dengan tekstur tanah berpasir dan tandus. Penduduknya mayoritas nelayan. Secara hidrologi, di Pulau Ende tidak terdapat air tanah yang memenuhi syarat kesehatan, baik secara fisik maupun bakteriologis. Hal itu termasuk 227 sumur gali.
Berbagai upaya pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten bersama lembaga donatur telah dilakukan guna melayani kebutuhan air bersih melalui pemboran air tanah, eksploitasi air dari daratan Pulau Flores, serta penyulingan air laut dengan sistem tenaga surya. Namun, semuanya tak kunjung membuahkan hasil memuaskan.
Badan Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) akhirnya membantu dengan membangun penampung air hujan. Bantuan itu disalurkan melalui Program Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan periode 2006-2010.
Unicef membantu pembangunan penampung Rp 1,3 juta per unit. Dana itu hanya untuk pengadaan material nonlokal, sedangkan untuk material lokal dan biaya tenaga tukang dilakukan secara swadaya oleh warga. Biaya pembuatan satu penampung air hujan Rp 6,5 juta.
Penampung yang dibangun berkapasitas 4.000 liter dengan konstruksi beton. Pembangunan mulai dilakukan tahun 2006 secara bertahap dan tuntas di tujuh desa tahun 2008.
Menurut penanggung jawab operasional Program Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan Dukungan Unicef untuk Kabupaten Ende, Petrus H Djata, total 1.553 penampung dibangun di rumah-rumah warga. Selain itu, dibangun 97 penampung di fasilitas umum, seperti kantor desa, kecamatan, dan puskesmas, serta fasilitas sosial, seperti masjid. (sem)
Post Date : 18 Juli 2009
|