|
SPANDUK putih yang semula membentang di Jalan Cibadak Kel. Andir Kec. Baleendah Kab. Bandung itu sudah lama terkoyak. Selamat Datang Calon Bupati/Wakil Bupati Bandung di Kawasan Banjir. Kami Butuh Bukti Bukan Janji, begitu bunyi tulisan yang tertera. Ya, spanduk itu memang dibentangkan ketika proses pilkada secara langsung di Kab. Bandung memasuki masa kampanye, bulan lalu. Ada sebuah kepasrahan dalam kalimat itu. Mungkin juga keputusasaan.Betapa tidak, saban tahun, kawasan tersebut pasti tergenang banjir. Soalnya, ada dua sungai besar bertemu di sana, Cisangkuy dan Citarum. Ketika hujan deras melanda dataran tinggi di selatan, di daerah Pangalengan, kawasan itu banjir. Begitu juga ketika hujan turun di timur, di daerah Majalaya. Apalagi, kalau hujan deras berkepanjangan itu turun di Andir. Eehmmm... Masyarakat di Kel. Andir sepenuhnya menyadari semua itu. Tapi, ya... mau bagaimana lagi? begitu jawaban warga ketika ditanya. Menghadapi banjir yang senantiasa hadir, warga menunjukkan perilaku beragam. Sebagian warga sangat berkeinginan untuk pindah dari kawasan itu, tapi tak memiliki cukup uang. Sebagian warga membetah-betahkan diri tinggal di sana. Sulit bagi kami untuk pindah. Apalagi, sudah puluhan tahun keluarga kami tinggal di sini. Banjir? Ah kumaha engke lah. Kalau perlu, seperti yang selalu kami lakukan setiap kali banjir, ya ngungsi ke tempat saudara, kata Enang (37), warga setempat. Akan tetapi, ada juga warga yang pusing dengan datangnya musibah tahunan itu. Dalam keadaan serbapas-pasan, mereka memaksakan diri membangun lantai dua di rumah mereka. Sekarang, hujan deras sudah sering turun. Saya yakin, cepat atau lambat, daerah kami pasti banjir, seperti tahun-tahun sebelumnya. Ari ngungsi mah, cape lah. Mendingan ngadamel para. Keun bae jiga sayang manuk oge, ungkap Ading (43), warga yang lain. Ternyata, tak cuma sebagian warga Andir yang melakukan hal demikian. Sejumlah warga di daerah-daerah langganan banjir lainnya juga melakukan hal serupa, seperti di Kp. Babakan Ds. Citeureup Kec. Dayeuhkolot, Kp. Parunghalang, juga di Cangkuang. Apa yang dilakukan warga tersebut cukup beralasan. Apalagi, hingga kini, pemerintah tak kunjung memiliki solusi jitu untuk mengatasi masalah itu. Bupati Bandung, Obar Sobarna, beberapa waktu lalu, mengatakan, banjir merupakan bencana klasik di sejumlah wilayah Kab. Bandung. Bisa dikatakan mustahil untuk menghindarkan musibah itu, apalagi dengan mengandalkan anggaran yang sangat terbatas. Yang perlu kita lakukan bersama adalah bagaimana menjaga lingkungan. Setidaknya, meminimalkan dampak banjir, terutama bagi masyarakat yang berada di sepanjang aliran Sungai Citarum, tuturnya. Kendati begitu, usaha lain yang coba ditempuh pemerintah -- dan membutuhkan dukungan masyarakat -- adalah melanjutkan program penanaman 100 juta pohon yang sudah dicanangkan. Target kita, dalam setahun, harus bisa menanam 20 juta pohon. Penanaman pohon kita prioritaskan di hulu Sungai Citarum. Dengan demikian, debit air yang tercurah tak begitu banyak, sehingga bisa mengurangi musibah banjir, katanya. SEBENARNYA sih, pemerintah memiliki solusi berupa pembangunan Kota Baru Tegalluar. Hanya saja, rencana itu masih terkatung-katung, karena tak kunjung ada investor yang mau menanamkan modalnya pada projek senilai Rp 10 triliun tersebut. Padahal, Pemkab Bandung bermaksud menjadikannya sebagai salah satu upaya penanganan masalah banjir. Banyak hal yang menjadi penyebab investor enggan menanamkan modalnya di sana. Selain biaya yang mahal, masalah krisis multidimensi juga menjadi penyebabnya. Dulu, sempat ada sejumlah investor, baik lokal maupun asing, yang berkeinginan. Namun, kemudian rencanaitu urung karena keburu krisis, ungkap Obar. Seperti diberitakan PR (Jumat 10/10/2003), danau Tegalluar akan dibangun di empat kecamatan yang selama ini merupakan langganan banjir. Selanjutnya, kawasan seluas 3.500 ha itu akan dikembangkan menjadi Kota Baru Tegalluar. Obar mengatakan, gagasan pembangunan danau tersebut disampaikan Tim Penanggulangan Kelangkaan Air di Cekungan Bandung yang dibentuk Gubernur Jabar, 1996 lalu. Maksudnya, untuk mengendalikan banjir serta menampung air hujan sebagai cadangan air di musim kemarau. Dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung (Perda No 1 juncto Nomor 12 Tahun 2001), kawasan itu diarahkan untuk pengembangan kota baru. Lokasi Tegalluar dinilai sangat strategis, karena hanya berjarak lima kilometer dari Kota Bandung, dekat dengan terminal peti kemas Gedebage, dekat pintu keluar Tol Padalarang-Cileunyi, dan dekat dengan pusat pendidikan atau penelitian. Luas Tegalluar sekitar 3.500 ha mencakup empat kecamatan yaitu Bojongsoang, Solokan Jeruk, Rancaekek, dan Cileunyi. Dalam kaitannya dengan pembangunan tersebut, sebenarnya, Pemkab Bandung sudah menyusun rencana tata guna lahan Kota Baru Tegalluar (KBT), yaitu kawasan industri besar 823 ha (22,8%), kawasan industri menengah dan kecil 538 ha (14,9%), hotel/apartemen 88 ha (2,45), perumahan 616 ha (17,1%), fasilitas umum/fasilitas sosial 163 ha (4,5%), kawasan perdagangan dan jasa 525 ha (14,5%), kawasan wisata danau 44 ha (1,2%), lapangan golf 56 ha (1,6%), ruang terbuka 22 ha (0,6%), kuburan 12 ha (0,6%), danau 400 ha (11,1%), prasarana 317 ha (8,8%). (Hazmirullah/PR) Post Date : 12 November 2005 |