|
JAKARTA-- Wakil Ketua Tim Kecil di DPRD DKI, Inggard Joshua, mengatakan kenaikan tarif air mesti ditunda hingga perjanjian PT PAM (Perusahaan Air Minum) Jaya dengan dua operator swasta direvisi. Tim kecil ini menangani pembahasan kerjasama PT PAM Jaya dengan swasta dan kenaikan tarif air. "Perjanjian itu menyebutkan pengelolaan air oleh swasta tidak boleh menyeluruh seperti yang terjadi sekarang," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (18/12). Ia menjelaskan pengelolaan secara menyeluruh maksudnya adalah seluruh upaya pengadaan air bersih dari hulu ke hilir ditangani pihak swasta. Dalam hal ini adalah dua mitra swasta PT PAM Jaya, PT Palyja dan PT Thames Pam Jaya. Jika kerjasama seperti saat ini tetap berlangsung, menurut Inggard, ini menyalahi Perda Nomor 13 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Air Minum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 1990 tentang Pola Kerja Sama BUMN dengan Swasta. Selain itu, lanjutnya, tingkat kebocoran distribusi air yang tetap tinggi setelah bekerjasama dengan asing pun adalah salah satu indikasi kerjasama tersebut tidak memberikan hasil yang baik. "Utang PAM Jaya pun meningkat tajam jika dibandingkan dengan saat kerjasama baru dilakukan," ujarnya. Pada saat kerjasama itu dimulai, utang PAM Jaya sebesar Rp 700 miliar, sedangkan saat ini utang perusahaan pemerintah yang mengelola air tersebut mencapai Rp 1,8 triliun. Dari rekomendasi Tim Kecil ke gubernur DKI juga menyebutkan bahwa sebaiknya perjanjian kerjasama ditinjau ulang karena dua mitra PAM Jaya dinilai tidak transparan. "Jangan sampai kita yang merugi terus tapi mereka untung," kata Ingard. Sementara itu Direktur Komunikasi PT TPJ, Ramses Simanjuntak, membantah jika perjanjiannya dengan PT PAM Jaya dianggap menyalahi aturan. "Kita tidak menguasai proses pengadaan dan distribusi air dari hulu hingga hilir," katanya saat dihubungi Republika, kemarin. Ia menjelaskan, perusahaannya tidak mencari sendiri bahan baku air bersih untuk diolah kemudian didistribusikan pada masyarakat. "Bahan baku air dipasok oleh Perum Jaya Tirta 2, kemudian baru kami oleh dan distribusikan," paparnya. Dengan demikian, ia menolak jika mereka disebut menguasai seluruh lini pengolahan dan distribusi air. Ia juga membantah jika disebutkan kebocoran distribusi air lebih tinggi setelah PAM Jaya bekerjasama dengan dua mitra asing. Sebaliknya, ia menuturkan, kebocoran air dapat berkurang hingga sepuluh persen selama tujuh tahun PAM Jaya bekerjasama dengan PT Palyja dan PT TPJ. Pada awal 1998, pada saat kerjasama baru dimulai, menurut Ramses kebocoran air mencapai 58 persen, dan kini sebanyak 48 persen. Ketika perjanjian kerjasama dibuatpun, ia mengaku baik pihak PAM Jaya maupun kedua mitranya memperhatikan Perda 13/1992 tentang Pengelolaan Air serta permendagri tentang kerjasama dengan mitra asing. "Kita meminta kenaikan tarif air sesuai dengan besaran yang kita butuhkan untuk investasi dan pemeliharaan," tukasnya. Mengenai besaran kenaikan tarif yang berkisar 25 persen tersebut, menurutnya, sudah merupakan kesepakatan antara Pam Jaya dan operator swasta. Gubernur DKI, Sutiyoso, pekan lalu mengatakan tarif air memang mesti naik namun besaran kenaikannya dipertimbangkan agar tidak terlalu membebani masyarakat bawah. (c31 ) Post Date : 19 Desember 2005 |