|
JAKARTA langganan banjir adalah fakta. Penyebab utama, karena letak Kota Jakarta berada di hilir, plus 40% wilayah ini di bawah ketinggian air laut. Di luar semua itu masih banyak hal yang menyebabkan Ibu Kota negara terendam air, antara lain dikaitkan dengan pola pembangunan daerah penyangga tanpa memerhatikan aspek lingkungan. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang menyebabkan banjir di Jakarta dan bagaimana tindakan antisipasinya, wartawan Media Sidik Pramono mewawancarai Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Slamet Daroyeni. Berikut kutipan. Menurut Anda permasalahan banjir di Jakarta karena apa? Banjir di Jakarta sebagian besar disebabkan minimnya saluran air yang memadai. Selain itu, karena curah hujan di daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sekitar 60% daerah-daerah penyangga tersebut menyumbang banjir kiriman ke Jakarta. Sedangkan 40% lagi dipengaruhi adanya gelombang pasang air laut dan rendahnya permukaan daratan. Mungkinkah masalah banjir di Jakarta bisa diantisipasi? Pada tahun 1970 dan 1980-an, Jakarta juga mengalami banjir tapi tidak separah saat ini. Wajar saja, karena pada saat itu, pembangunan infrastruktur di Jakarta masih sedikit dan proses sirkulasi serta hidrologi air hujan daerah-daerah penyangga masih berjalan alami. Sekarang banyak pembangunan infrastruktur dan permukiman di daerah-daerah penyangga maupun di Jakarta. Pembangunan tersebut tidak memerhatikan masalah proses sirkulasi air. Selain itu, akibat pembangunan yang tidak memerhatikan aspek lingkungan telah mengurangi daya serap tanah terhadap air. Pembangunan yang tidak terintegrasi dan tanah yang tidak mampu lagi menyerap air tersebut menimbulkan air mencari jalan ke daerah yang lebih rendah. Dan, Jakarta adalah daerah hilir tempat mengumpulnya air tersebut. Sementara, sebagian wilayah Jakarta berada di bawah ketinggian air laut. Jadi, kesimpulannya Jakarta pasti dilanda banjir pada musim hujan. Banjir di Jakarta dari waktu ke waktu semakin meluas. Mengapa tidak bisa dikurangi? Penyebab utama adalah pembangunan infrastruktur maupun perumahan di sekitar daerah penyangga kurang peduli pada aturan keseimbangan lingkungan. Hal itu terjadi karena pemberian izin pembangunan yang lebih berpihak pada siapa yang mau memberi uang. Semakin besar uang yang diberi semakin besar izin dikeluarkan. Tampak dari beberapa pembangunan infrastruktur maupun permukiman di daerah penyangga, seperti vila, lapangan golf, dan sirkuit kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan juga lemah pengawasan dalam proses pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan. Selain itu, pembangunan di Jakarta juga sudah melebihi ambang batas. Di Jakarta sangat sedikit hutan kota yang bisa menjadi daerah resapan air. Sementara daerah penampungan air juga terus diperkecil. Bila tidak dilakukan antisipasi, dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi saya perkirakan sebagian besar wilayah Jakarta akan terendam. Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi banjir di Jakarta? Yang perlu dilakukan saat ini untuk mengurangi dampak banjir kiriman di Jakarta, yakni model pembangunan ke depan mengutamakan konsep buffer zone. Artinya, saat ini Pemprov DKI bekerja sama dengan pemerintah daerah penyangga merevitalisasi daerah penyangga untuk memfungsikan kembali kawasan resapan air. Pemprov DKI Jakarta juga perlu merevitalisasi peruntukan di kawasan Teluk Jakarta, yaitu mengembalikan tempat penampungan dan hutan bakau yang saat ini sebagian besar sudah dikuasai pengembang. Ini perlu dilakukan karena area ini sebagai daerah penampungan air laut ketika sedang pasang maupun banjir kiriman. Hal lain yang perlu dilakukan? Yang utama adalah harus ada political will atau kemauan politik para pemegang kebijakan untuk lebih jernih memikirkan pola pembangunan yang akan diterapkan, yaitu pembangunan tersebut harus mempertimbangkan aspek ekologis atau aspek lingkungan. Jika semua itu hanya menjadi teori belaka, mustahil masalah banjir kiriman dan luapan air pasang ini dapat berkurang. Yang ada justru memperluas daerah banjir. (J-3) Post Date : 27 September 2005 |