|
JAKARTA -- DPRD DKI Jakarta meminta penyesuaian tarif otomatis (PTO) air minum yang ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus ditinjau kembali. Dengan demikian, kenaikan air minum semester berikutnya pada Januari 2006 otomatis juga harus ditunda. Sejumlah LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta), Masyarakat Air Minum Indonesia (Mami) malah meminta PTO dibatalkan. Sebab hanya membawa kerugian yang semakin memberatkan masyarakat. Dalam rapat antara DPRD, Badan Regulator (BR), dan LSM, Jumat (29/7), dewan juga meminta perjanjian kerja sama (PKS) antara PAM Jaya dengan kedua operator asing, Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) dan Thames Pam Jaya (TPJ), ditinjau kembali. Inggard Joshua, anggota Komisi A DPRD DKI, mengatakan, PKS itu melanggar UU Bisnis Internasional, bila ternyata di dalam penandatanganannya terdapat KKN. Untuk itu, DPRD saat ini terus melakukan uji materi. ''Kalau memang terbukti ada pelanggaran, swasta dapat diberi sanksi,'' ujarnya. DPRD juga akan mengkaji kemungkinan PKS melanggar Perda Nomor 13/1992. PKS itu dibuat berdasarkan Instruksi Mendagri No 21/1996 dan Permendagri No 4/1990. Sementara kemungkinan pemutusan PKS dengan dua operator asing, ia mengatakan, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Salah satunya, lanjut dia, pinalti sebesar Rp 3 triliun bila PKS diputus. Inggard memandang, di dalam PKS seharusnya terdapat hak dan kewajiban PAM Jaya dan dua operator asing. Saat ini, lanjut dia, hampir seluruh tugas dan fungsi dilakukan operator asing. Anggota DPRD dari Fraksi Golkar ini menambahkan, PKS harus berpihak kepada masyarakat. Kepala Badan Regulator (BR), Ahmad Lanti, mengatakan, PTO hanya dapat diteruskan bila diberlakukan syarat ketat terhadap kedua operator air minum itu. Saat ini Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) menjalin kerja sama dengan Palyja dan TPJ. Persyaratan ketat tersebut, lanjut Lanti, adalah dengan melarang penerapan PTO bila tidak ada perbaikan kualitas pelayanan. Selain itu, menurut dia, laporan keuangan dan data-data finansial kedua operator harus diberitahu kepada masyarakat. ''Jangan sampai ada unused asset yang akhirnya dibebankan ke masyarakat,'' tegas dia. Ia meminta DPRD untuk dapat mengajukan syarat-syarat ketat tersebut agar BR tidak menjadi bulan-bulanan masyarakat. ''Sangat butuh tekanan dari DPRD. Karena PAM tidak berdaya,'' tandas Ahmad Lanti. Syarat-syarat ketat tersebut, menurut dia, harus dimasukkan dalam kontrak kerja sama. Sebab, bila tidak, kata dia, pihak asing tidak memiliki keterikatan. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Suksmaningsih, mengungkapkan BR tidak pernah memberikan poin-poin penyebab penerapan PTO. Indah meminta perjanjian PTO dibatalkan saja. Dengan demikian, PTO Januari 2006 bukan hanya ditunda, tapi sama sekali tidak boleh diberlakukan. Permintaan ini juga dilontarkan Masyarakat Air Minum Indonesia (Mami). Sementara itu, Komparta berpendapat kebijakan PTO cenderung aneh. Kebijakan itu dibuat karena dua operator merasa rugi. Padahal, lanjut Komparta, Palyja justru mengeluarkan obligasi di Bursa Efek Surabaya. Ketua Komparta, Ahmad Djiddan Safwan, mengatakan dengan keuntungan yang didapat sejak tahun 1998-2004, PAM seharusnya dapat melunasi utang kepada investor. Dengan demikian, lanjut dia, PTO setiap enam bulan sekali itu tidak perlu terjadi. (c40 ) Post Date : 30 Juli 2005 |